PENDAHULUAN
Peradaban islam ada sejak zaman
Rasullah SAW. Sampai kepada abad ke 12 M. Telah berhasil membangun
beradaban-peradaban baru di dunia islam. Peradaban islam di masa lampau
belumlah banyak mengarugi lautan, hal ini dikarenakan taraf kemampuan manusia
pada saat itu belum mampu berpikir bagaimana membuat alat yang dapat dipakai
mengarungi lautan. Namun setelah manusia mampu menciptakan alat untuk mengarung
lautan peradaban manusia pun berkembang dan semakin
maju.
Begitupula dengan peradaban yang
ada di indonesia sejak lama sampai sekarang mengalami perubahan yang besar.
Perubahan manusia semakain maju dengan demikian terjadilah hubungan antar
wilayah bahkan antar negara, merekapun mengadakan hubungan persahabatan dan
kerja sama dan perdagangan untuk saling membantu dalam berbagai keperluan
hidup ini. Indonesia yang dikenal sebagai sebagai penghasil rempah-rempah dan
bumi indonesia sangat subur sehinggga mengundang para pedagang dari
berbagai negara untuk datang ke indonesia melakukan kerjasama, dalam hal ini
terjadilah proses penyebaran agama islam di indonesia.
Masuknya islam di indonesia dibah
oleh para saudagar baik yang dari mekkah india maupun persia. Dengan demikian
kehidupan indonesia atau agama islam yang ada di indonesia mempunyai kemiripan
dengan agama islam yang ada di mekkah maupun india baik dari corak kebudayaan
maupun mazhab yang berkembang di indonesia. Disamping itu bangsa indonesia juga
dilatar belakangi oleh politik dan ekonomi sriwijaya yang
mengalami kemunduran. Dengan kemunduran sriwijaya dimanfaatkan pula oleh para
pedagang muslim untuk mendapatkan keuntungan politik dan perdagangannya.
PEMBAHASAN
A. TEORI
KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA
Ada tiga teori yang membicarakan
tentang datangnya islam di indonesia. Ketiga teori ini memberikan jawaban atas
permasalahan tentang masuknya Islam ke Nusantara.
Untuk mengetahui lebih lanjut
tentang perbedaan teori di atas disini akan dibahas secara sederhana sebagi
berikut.
a.
Teori Gujarat
Teori ini dinamakan teori Gujarat
bertolak dari pandangan teori yang mengatakan asal Negara yang membawa Agama
Islam ke Nusantara adalah dari Gujarat. Adapun pelatak teori ini adalah Snouk
Hurgronje lebih menitik beratkan pandangannya ke Gujarat berdasarkan: pertama,
kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa arab dalam penyebaran agama
islam ke nusantara. Kedua, hubungan dagang Indonesia-India telah lama terjalin.
Ketiga, inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di sumatra memberikan
gambaran hubungan antara sumatra dan Gujarat.
Sejalan dengan pendapat di atas
ini, W.F. Stutterheim, mengatakan masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke-13.
Pendapatnya juga didasarkan pada bukti batu nisan sultan pertama dari kerajaan
samudra, yakni Malik Al-Shaleh yang wafat pada 1297. Selanjutnya ditambahkan
tentang asal Negara yang mempengaruhi masuknya Agama Islam ke Nusantara adalah
Gujarat. Dengan alasan Islam disebarkan melalui jalan dagang antar Indonesia-cambay
(Gujarat) Timur Tenggah-Eropa.
Perkembangan perkampungan Arab
mulai berkembang hal ini mempengaruhi pula perkembangan Arab yang terdapat di
sepanjang jalan perdangangan di Asia Tenggara. Dari keteranga J.C. Van ini
masuknya islam ke Nusantara tidak terjadi pada abad ke-13 melainkan telah
terjadi pada abad ke-7. Sedangkan abad ke-13 merupakan saat perkembangan Islam.[1]
Peranan Gujarat sebagai pusat
perdagangan Internasional, terutama sejak 1294 sebagai penyebaran Islam, telah
mendapat perhatian dari Schrieke dalam Indonesia Sosiological studies. Ia
menjelaskan berdasarkan keterangan laporan Marco Polo, karena Marco Polo tidak
berkunjung ke Gujarat. Tetapi mempertimbangkan hasil laporan sanudo.
Selanjutnya Schrieke memberikan gambaran tentang saling ketergantungan antara
malaka dengan cambay dan sebaliknya. Schrieke mengambarkan tentang peranan
Gujarat sebagai pusat perdagangan yang mempunyai kaitan yang erat antara
Indonesia dan India.
b.
Teori Makkah
Dalam teori ini Hamka lebih
mendasarkan pandangannya pada peranan bangsa Arab sebagai pembawa Agama Islam
ke Indonesia. Gujarat dinyatakan sebagai tempat singgah semata, dan
makkah sebagi pusat, atau Mesir sebagai pengambilan ajaran Islam. Ia
menambahkan pengamatan pada masalah manzhab Syafi’i, sebagai mazhab yang
istimewa di Makkah dan mempunyai pengaruh yang besar di Indonesia. Tetapi titik
analsisnya pada permasalahan perdagangan yang dibaca adalah barang yang
didagang dan jalan perdagangannya. Sebaliknya penglihatan penelitian
hamka lebih tajam sampai permasalahan mazhab yang menjadi bagian laporan
kunjungan Ibnu Battutah ke Nusantara.
Guna dapat mengetahui lebih lanjut
mengenai pendapat waktu masuknya Islam di Nusantara pada abad ke-7, perlu
penjelasan tentang peranan bangsa Arab dalam perdagangan di Asia yang
dimulai sejak abad ke-2 SM. Peranan ini tidak dibicarakan oleh penganut teori
Gujarat. Tinjauan tentang teori Gujarat mengharuskan peranan bangsa Arab dalam
perdagangan dan kekuasaan di lautan, yang telah lama mengenal samudera
Indonesia daripada bangsa-bangsa lainnya.
Informasi sejarah menjelaskan
bahwa bangsa Arab telah sampai ke Ceylon pada abad ke-2 SM. Memang tidak
dijelaskan lebih lanjut tentang sampainya ke Indonesia. Tetapi bila kita
hubungkan dengan penjelasan kepustakaan Arab Kuno yang menyebutkan Al-Hind yang
berarti India dan pulau-pulau yang sebelah timurnya sampai ke Cina, dan
Indonesia pun disebut sebagai pulau-pulau Cina, besar kemungkinan pada abad
ke-2 SM bangsa Arab telah sampai ke Indonesia hanya penyebutnya sebagia
pulau-pulau Cina atau Al-Hind.[2]
Bila memang telah ada antara
hubungan bangsa Arab dengan Indonesia sejak abad ke-2 SM, Maka bangsa Arab
merupakan bangsa Asing yang pertama datang ke nusantara. Berdasarkan keterangan
yang dikemukakan oleh D.H. Burger dan Prajudi Atmosudirdjo, bangsa dan Cina
baru mengadakan hubungan dengan Indonesia pada abad ke-1 M. Sedangkan hubungan
Arab dan Cina terjadi jauh lebih lama, melalui jalan darat menggunakan kapal
sahara jalan darat ini sering disebut sebagai jalan sutera, berlangsung sejak
500 SM.
Timbulnya perkampungan Arab baik
dipantai barat Sumatra ataupun di Asia Tenggara dan kanton, di tunjang oleh
kekuatan laut Arab. Fakta ini memberikan bukti telah terjadi hubungan Indonesia
Arab jauh sebelum abad ke-13.[3]Apakah target pengaruh informasi yang bersifat Hindu sentris terhadap kalangan
intelektual Indonesia yang berpendidikan belanda, menampakkan kecintaan
terhadap sejarah pra-Islam Indonesia.
Masuknya Agama Islam ke Nusantara
terjadi pada abad pertama hijriah atau abad ke-7 M. Pelaku bembawa Agama Islam
adalah Saudagar Arab, diikuti oleh Persia dan Gujarat, mereka bukanlah anggota
misi, meski pada hakekatnya setiap orang islam mempunyai kewjiban misi.
c.
Teori Persia
Fokus teori ini menjelaskan
tentang masuknya Islam ke nusantara berbeda dengan teori gujarat dan teori
makkah, sekalipun mempunyai persamaan tentang gujaratnya, serta mazhab
Syafi’i-nya. Teori persia lebih menjelaskan tentang kebudayaan yang hidup di
kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai kesamaan dengan
persia. Dan adapun kesamaan tentang budaya kita dapat melihat antara lain.
1.
Peringatan hari muharram atau Asyura sebagai hari peringatan
Syiah atas kematian syahidnya husain.
2.
Adanya kesamaan ajaran antara ajaran Syaikh siti Jenar dengan
ajaran sufi iran Al-Hallaj.
3.
Nisan pada makam malikus saleh dan makam malik ibrahim di gersik
di pesan dari gujarat. Dalam hal ini teori persia mempunyai kesamaan mutlak
dengan teori gujarat. Tetapi berbeda dengan pandangan G.E Morrison.
4.
Pengakuan umat islam di indonesia terhadap mazhab Syafi’i sebagai
mazhab yang paling utama.
Menjawab teori Persia diatas, K.H.
saifuddin Zuhri sebagai salah seorang peserta seminar(1963), menyatakan sukar
untuk mendapat tentang kedatangan Islam ke Nusantara berasal dari Persia.
Alasan yang dikemukakan oleh K.H. Saifuddin Zuhri, bila kita berpedoman kepada
masuknya Agama Islam ke Nusantara pada abad ke-7, hal ini terjadi pada masa
kekuasaan Khalifah Ummayah. Saat itu kepemimpinan Islam di bidang Politik,
Ekonomi dan Kebudayaan berada di tangan Bangsa Arab, sedangkan pusat pergerakan
Islam berkisar di Makkah, Madinah, Damaskus, dan Bagdad, jadi belum mungkin
Persia menduduki kepemimpinan Dunia Islam.
Dari uraian di atas dapat kita
lihat perbedaan dan persamaan ketiga teori Gujarat, Makkah, dan persia sebagai
berikut:
Antara teori Gujarat dan Persia
terdapat kesamaan pandangan mengenai masuknya Agama Islam ke Nusantara yang
berasal Gujarat. Perbedaannya terletak pada teori Gujarat yang melihat
ajaran Islam mempunyai kesamaan dengan ajaran Mistik India, sedangakan teori
Persia memandang adanya kesamaan antara sufi di Indonesia dengan Persia, dan
menjadi tempat singgah ajaran Syi’ah ke Indonesia.
Dalam hal memandang Gujarat sebagai
tempat singgah bukan pusat, sependapat dengan teori Makkah. Tetapi teori MAKKAH
memandang Gujarat sebagai tempat singgah perjalanan laut antara Indonesia
dengan timur Tenggah, sedangkan ajaran Islam di ambilnya dari Makkah atau
Mesir.
Teori Gujarat tidak melihat adanya
peran Arab dalam perdagangan, ataupun dalam penyebaran Agama Islam di
Indonesia. Teori ini lebih melihat peranan pedagang India yang beragama Islam
daripada bangsa Arab yang membawa ajaran asli. Oleh karena itu, bertolak dari
inskripsi tertua dan laporan perjalanan Marko Polo ditetapkan daerah Islam yang
pertama di Nusantara adalah Samudra Pasai, dan waktunya pada abad ke- 13.
Sebaliknya teori Mekkah, tidak dapat menerima pada abad ke -13 sebagai saat
masuknya karena dianggap saat- saat perkembangan Islam di Nusantara, dan saat
itulah berdiri kekuasaan Islam. Sedangkan masuknya agama Islam ke Nusantara
pada abad ke- 7, 200 tahun sebelum dibangunnya candi Budha Borobudur dan 500
tahun sebelum berdirinya kerajaan Majapahit. Dasar penentuan waktunya bertolak
dari berita Dinasti Tang.
Sekalipun teori Persia juga
membicarakan masalah pengaruh Mazhab Imam Syafi’i di Indonesia tetapi juga
dijadikan sebagai argumen besarnya pengaruh India atas Indonesia. Pandangan
teori Persia dalam melihat mazhab Syafi’i merupakan pengaruh mazhab Syafi’i
yang berkembang kuat di Malabar. Dari Malabar inilah mazhab Syafi’i dibawa oleh
pedagang India Islam ke Indonesia. Jadi teori Persia tidak melanjutkan hubungan
mazhab Syafi’i Indonesia dengan pusatnya, yakni Mekkah dan Mesir.
Walaupun dalam ketiga teori ini
tidak terdapat titik temu, namun mempunyai persamaan pandangan yakni
Islam sebagai Agama yang berkembang di Nusantara melalui jalan damai dan Islam
tidak mengenal adanya misi sebagaimana yang dijalankan oleh kalangan Kristen
dan Katolik.
B. SEJARAH
AWAL MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
Mengenai perdagangan dan para
pedagang dalam mengislamkan indonesia, dimana pengaruh dan penyebaran islam
efektif sekali. Hal ini disebabkan karena banyak orang yang begitu saja
tertarik untuk mmemeluk agama islam sebelum mempelajari syariat agama secara
terperinci.
Sejak awal abad masehi, sudah ada
rute- rute pelayaran dan perjalanan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai
wilayah di daratan Asia Tenggara. Di wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka
sejak masa konu merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian. Pedagang-
pedagang muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai ke kepulauan
Indonesia untuk berdagang sejak abad ke -7 M, ketika Islam pertama kali berkembang
di Timur Tengah.
Pedagang-pedagang muslim asal Arab,
Persia dan India juga ada yang sampai kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak
abad ke 7 M (abad 1 hijriah), ketika Islam pertama kali perkembang di timur
tenggah. Hubungan perdagangan ini menjadi hubungan penyebaran Islam di
Indonesia.
Sejak abad pertama nusantara yang
menghasilkan komuditi penghasil rempah-rempah dan banyak disukai di
eropa(romawi) masa itu menyebabkan pedagang-pedagang arab singgah dipantai
barat sumatra dan selat malaka yang menghubungkan imperium timur. Pedagang Arab
sudah menjadi pengatur jalur perdagangan barat-timur.
a.
Islam Masuk ke Indonesia
Paling tidak ada dua pendapat
mengenai masuknya islam di indonesia. Pertama pendapat lama, yang mengatakan
bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abat ke-13 M. Pendapat ini dikemukakan oleh
para sarjana, antara lain N.H.Krom dan Van Den Berg. Kemudian pendat pertama
mendapat sanggahan dan bantahan. Kedua pendapat baru yang menyatakan bahwa
islam masuk ke indonesia pada abad ke-7 atau abad 1 hijriah pendapat baru ini
dikemukakan oleh H. Agus Salim, M. Zainil Arifin Abbas, hamka, dll.
Menurut seminar masuknya Islam di
Indonesia di medan tahun 1963, Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 M.
Seminar masuknya Islam di Indonesia
tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut
1.
Menurut sumber-sumber yang kita ketahui, Islam untuk pertama
kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah(abad ke-7) langsung
dari Arab.
2.
Daerah yang pertama didatangi oleh Islam ialah pesisir Sumatra,
dan bahwa setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka Raja Islam yang pertama
berada di Aceh.
3.
Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Indonesia aktif
mengambil bagian.
4.
Mubaligh-mubaligh Islam yang pertama-tama itu sebagai penyiar
Islam juga sebagai saudagar.
5.
Penyiaran Islam di Indonesia dilakukan denga cara damai.
6.
Kedatangan Islam di Indonesia, membawa kecerdasan dan peradaban
yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.[4]
Pendapat senada tentang masuknya
Islam di Indonesia dikemukakan oleh Thomas W. Arnold dalam the preaching Islam,
ia mengatakat, “mungkin Agama ini telah dibawa kemari oleh pedagang-pedagang
Arab sejak abad-abad pertama hijriah, lama sebelum kita memiliki catatan
ssejarah dimana sebenarnya pengaruh mereka telah mulai terasa.
Menurut literatur kuno tiongkok,
sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan arab Islam di pesisr pantai
sumatra. Jadi hanya 9 tahun sejak rasulullah saw memproklamirkan dakwah Islam
secara terbuka, di pesisir pantai sumatra sudah terdapat sebuah perkampungan
Islam. Akat tetapi, pada priode ini islam belum berkembang secara menyeluruh
dan hanya beberapa wilayah yang sudah memeluk Islam, misalnya sebagian sumatra
dan sebagian pantai utara jawa.
Adapun perkembangan selanjutnya,
Islam berkembang secara lebih besar pada abad ke 12 M. Menurut para sejarawan
Islam masuk ke Indonesia melalui beberapa jalur, sehingga dengan cepat dapat
diterima oleh masyrakat Indonesia.
Jalur-jalur yang dilakukan oleh
para penyebar Islam yang mula-mula di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Melalui Jalur Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdangan.
Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan
bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan. Mereka yang melalukan dakwah
islam, sekaligus menjadi pedagang.
2.
Melalui jalur perkawinan
Dengan melalui jalur perkawinan, para menyebar Islam
melakukan perkawinan dengan penduduk pribumi. Melalaui jalur perkawianan mereka
telah menanamkan cikal bakal kader-kader Islam.
3.
Melaui jalur tasawuf
Para penyebar Islam juga terkenal sebagai pengajar-pengajar
tasawuf. Oleh karena itu, penyebaran Islam kepada masyarakat Indonesia melalui
jalur tasawuf atau mistik ini mudah diterima karena sesuai dengan alam pikiran
masyarakat indonesia. Misalnya, menggunakan Ilmu-ilmu riyadhat dan kesaktian
dalam proses penyebaran Islam kepada penduduk setempat.
4.
Melalui jalur pendidikan
Dalam Islamisasi di Indonesia ini, juga dilakukan melalui
jalur pendidikan seperti pesantren, surau, masjid dan lain-lain yang dilakukan
oleh guru-guru Agama, Kyai dan Ulama.
5.
Melalui jalur kesenian
Para penyebar Islam juga
menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang,
sastra, dan berbagai kesenian lainnya.
6.
Melalui jalur politik
Para penyebar Islam juga
menggunakan pendekatan politik dalam penyebaran Islam. Pengaruh politik raja
sangat membantu tersebarnya Islam di indonesia. Demi kepentingan politik,
kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam.
Kemenangan-kemenangan secara politik banyak menarik penduduk kerajaan yang bukan
Islam memeluk Islam.
C. AGAMA
DAN KEKUATAN POLITIK MASA KOLONIALISME
Sebelum Islam datang, di Indonesia
telah berkuasa kerajaan Hindu dan Budha. Pada abad ke-7, Islam telah menyebar
luas di Indonesia,
karena peranan budha masih memegang peranan dikerajaan Sriwiajaya, terutama
dalam Politik dan sosial budaya.[5]
Masuknya islam didaerah di
Indonesia tidak bersamaan, disamping itu, keadaan politik dan sosial budaya
daerah ketika didatangi Islam juga berlainan. Datangnya oarang-orang Islam ke
daerah-daerah yang baru disinggahi sama sekali belum memperhatikan
dampak-dampak politik, karena awalnya mereka datang hanya untuk pelayan dan
perdagangan.[6] Pada abad ke-13, kerajaan memasuki
masa kemunduran, dalam hal ini pedagang-pedagang muslim memanfaatkan politiknya
dengan mendukung daerah-daerah yang muncul dan menyatakan diri sebagai
kerajaan Islam.
Islam sebagai Agama yang memberikan
corak kultur bangsa Indonesia dan sebagai kekuatan politik yang menguasai
stuktur pemerintahan sebelum datangnya belanda dapat dilihat dari munculnya
kkerajaan-kerajaan islam di nusantara ini, antara lain di sumatra, jawa,
kalimatan dan sulawesi.
a.
Islam di Sumatra
Ada tiga kerajaan yang terkenal disumatra
yang telah memosisikan Islam sebagai Agama dan sebagai kekuatan politik yang
mewarnai corak budayanya, yaitu Perlak, Pasai, dan Aceh. Pada abad ke-8,
sumatra terbagi dalam delapan kerajaan besar yang semuannya menyembah berhala,
kecuali satu kerajaan yang berpegang pada Islam yaitu kerajaan perlak. Sistem
pemerintahan yang diterapkan oleh kerajaan perlak pada dasarnya mengikuti sistem
pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu kepala pemerintahan
dipegang oleh sultan dengan dibantu oleh beberapa wazir. Kerajaan samudra
Pasai, kerajaan ini ditaklukkan oleh penjajah portigis krisdani dengan
memperakarsi negara Islam bersatu, yaitu menyatukan tenaga politik Islam di
dalam sebuah negara yang kuat dan berdaulat yang diberi nama Aceh besar.
b.
Islam di Jawa
penyebar Islam pertama di Jawa
adalah para Wali Songo, meraka tidak hanya berkuasa dalam bidang agama tetapi
juga dalam bidang sosial dan politik. Dalam percaturan politik Islam mulai
memosisikan diri ketika melemahnya kerajaan majapahit yang memberi peluang
kepada penguasa Islam di pesisir untuk membagun pusat-pusat kekuasaan yang
independen.
Di samping kekuatan politik Islam yang memberi konstribusi
besar terhadap perkembangannya, Islam juga hidup dimasyarakat dapat memberi
dorongan kepada penguasa non muslim untuk memelukknya. Dengan kata lain, para
bupati telah menjadikan Agama Islam sebagai instrumen politik untuk memperkuat
kedudukannya.
c.
Islam di Kalimatan, Maluku, dan Sulawesi
Pada awal abad ke 16, Islam masuk
ke kalimantan selatan, yaitu di kerajaan daha yang beragama hindu. Berkat
bantuan sultan demak raja daha dan rakyatnya masuk Islam sehingga berdirilah
kerajaan Islam banjar, dengan raja pertamanya adalah pangeran samudera yang
diberi gelar pangeran Suryanullah atau Suriansah, daerah-daerah sekitarnya
mengakui kekuasaannya. Pada abad ke-10/11 di maluku sudah ramai oleh perniagaan
rempah-rempah, terutama cengkeh dan pala yang dilakukan oleh pedagang Arab dan Persia.
Pada saat ini telah terhadi sentuhan pedagang Muslim dengan rakyat Maluku yang
membentuk komunitas Islam. Dengan besarnya gelombang perdagangan muslim
atas ajakan datu maulana Husain, para raja di ternate menerima Islam sebagai
Agama. Di Sulawesi, Raja Gowa-tallo memeluk Islam atas ajakan Datuk Rianang ai
diberi gelar sultan Aluddin di talo raja l Malingkoan daeng nyonri kareng
katangka pada tahun yag sama masuk Islam dengan gelar sultan Abdullah awal
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban
Islam, Dirasah Islamiah ll,(Jakarata: PT Raja Grafindo
Persada, 2006).
Supriadi, Dedi. Sejarah
Peradaban Islam,(Bandung:
CV Pustaka Setia).
Munir Amin, Samsul. Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009).
Thohir, Ajid. Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akar-Akar
Sejarah,
Soaial, Politik, dan Budaya Umat Islam, (Jakarata: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004).
Syukur, Fatah. Sejarah Peradaban
Islam,(Semrang: PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2009).
[1]
Ahamad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pengerakan Islam Di
Indonesia, (Penerbit Mizan Khazanah Ilmu-Ilmu Islam), hlm. 76.
[2]
Ibid., hlm. 83.
[3]
Ibid., hlm. 84.
[4]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peredaban Islam,(Jakarta: AMZAH), hlm. 303.
[5]
Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia),
hlm. 139
[6]
Ibid., hlm. 309