BEBERAPA KUMPULAN FATWA SYIAH YANG SANGAT MENYESATKAN



Khomeini Membolehkan Nikah Mut’ah Dengan Anak Bayi Yang Masih Disusui
“Adapun seluruh jenis ‘bersenang-senang’ seperti menyentuh dengan syahwat, mencium, ‘main di paha’, maka itu semua tidak mengapa, bahkan untuk anak kecil yang masih menyusu” (Tahrir al-Wasilah, hal 241, no 12)

Khomeini membolehkan menyetubuhi istri dari dubur
“Pendapat yang masyhur lagi kuat adalah bolehnya menyetubuhi istri pada duburnya namun sangat dibenci” (Tahrir al-Wasilah, hal 241, no. 11)
Kami katakan, ‘kami berterima kasih atas ucapan Khomeini (namun sangat dibenci)’, kami tidak mampu menahan ini kecuali dengan menyebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Terlaknatlah orang yang mendatangi istrinya pada duburnya!”

Fadhlullah membolehkan memandang para wanita yang sedang telanjang
“Jikalau saja para wanita telah terbiasa keluar rumah dengan pakaian pantai, maka boleh melihat mereka dengan kondisi seperti ini” sampai perkataannya ”Dan termasuk bagian ini adalah bolehnya melihat aurat ketika disingkap sendiri oleh wanita tersebut sebagaimana yang terdapat di klub-klub malam, di pinggir pantai di sebagian negara atau semisal itu” (Kitab An-Nikah, Juz 1, hal 66)
Kami katakan: ‘Agama dan ucapan model apa ini? Namun inilah dia para alumni hauzah, inna lillah wa inna ilaihi raji’un’

Al-Khu’i membolehkan seorang pria memainkan kelamin pria yang lain dan seorang wanita kepada wanita yang lain dengan maksud bercanda
Soal No. 784: Apakah boleh seorang pria memegang aurat seorang pria yang dari balik bajunya, dan apakah boleh juga bagi wanita kepada wanita yang lain hanya dalam rangka bermain dan bercanda, dengan tidak adanya syahwat?
Al-Khu’i menjawab, “Tidak diharamkan, Allah yang maha tahu” (Shirat an-Najaat fi Ajwibah al-Istiftaat, Juz 3, Masalah hijab, pandangan dan hubungan)

Muhammad al-Hakim membolehkan memberikan film yang di dalamnya terdapat gambar wanita berhijab namun dalam kondisi auratnya tersingkap di hadapan laki-laki asing dalam rangka untuk mencuci Film dengan syarat melihatnya tanpa syahwat!
(Hiwariyat Fiqhiyyah, Muhammad Said al-Hakim, Cet I, hal 324)

Al-Hakim membolehkan bagi seseorang (pria) memikirkan istri orang lain, termasuk juga memikirkan wanita-wanita kafir dengan artian berhayal dan ada ereksi dari penisnya
 dengan syarat tidak boleh mengeluarkan mani pada saat itu!

Khamene’i membolehkan wanita muslimah yang sudah menikah untuk ‘ditabungkan’ pada rahimnya mani laki-laki yang bukan suaminya!
Khamene’i ditanya, pertanyaannya terdapat dalam risalah ilmiahnya yang diperuntukkan bagi orang-orang yang taqlid padanya, Soal No. 194. Apakah boleh bagi seorang laki-laki (yang istrinya tidak bisa hamil) menabung maninya pada seorang wanita asing dengan cara menaruh janinnya pada rahim wanita asing tadi?
Khamene’i menjawab, “Tidak larangan secara syar’i untuk menabung mani pada wanita asing, namun wajib menjauhi ‘foreplay/muqaddimah hubungan intim’ seperti memandang, meraba dan lain-lain. Jika seorang anak telah lahir dari proses ini, anak tersebut tidak dinasabkan pada suami, akan tetapi dinasabkan pada pemilik janin dan wanita pemilik rahim dan telur/ovum. Patut juga diperhatikan agar berhati-hati dalam masalah warisan dan kehormatan ” (Ajwibah al-Istiftaat, Khamene’i, Juz 2, masalah Mu’malah, hal 71)

Khomeini membolehkan nikah mut’ah dengan seorang pezina!
Masalah ke. 18 “Bolehnya nikah mut’ah dengan seorang wanita pezina namun dibenci, khususnya dari wanita yang sudah dikenal sebagai wanita pelacur dan sering berzina” (Tahrir al-Wasilah, Juz 2, hal 292)

Cara terbaik mengetahui seorang wanita muslimah yang memiliki iffah (menjaga kesucian)
Saya dapatkan dalam manuskrip kakekku sang alim rabbani, Sayyid Murtadha Ar-ridhawi yang masyhur dengan Al-Kasymiri semoga baik jejaknya: (pertanyaan), ‘Jika saya ingin mengetahui bahwa seorang wanita itu suci atau rusak’ (Jawaban), ‘Pertama, hitunglah namanya dan nama ibunya dengan angka yang besar, kemudian buanglah dari kedua jumlah itu masing-masing tiga, jika yang tersisa hanya satu maka dia itu wanita yang rusak, jika yang tersisa itu dua maka dia wanita yang suci, jika yang tersisa itu tiga maka dia dituduh sebagai wanita pezina, benar dan teruji!’ (Tuhfah ar-Ridhawiyyah fi Mujarrabat al-Imamiyyah, hal 214)

Nikah Mut’ah untuk ajang percobaan
Ayatullah al-Muthahhari, “Dari segi prinsip, memungkinkan bagi pria dan wanita yang ingin melangsungkan nikah daim, namun apabila belum ada peluang yang cukup untuk saling mengenal maka boleh bagi keduanya untuk nikah mut’ah pada waktu yang ditentukan dalam rangka untuk ‘coba-coba’, jika keduanya sudah mendapati dirinya bahwa ia meridhai pasangannya maka pada waktu memungkinkan bagi keduanya untuk nika daim, jika belum maka hendaknya keduanya langsung berpisah”

Nikah Mut’ah hanya untuk mendapatkan uang
Syahla ha’iri menyebutkan dalam risalahnya, “al-Mut’ah al-Mu’aqqatah-tahun 1978-1982”, yaitu pada zaman revolusi Iran yang dinahkodai oleh Khomeini, ‘Dalam penilitian terhadap warga Iran ditemukan bahwa yang mendorong seorang wanita untuk melangsungkan akad nikah sementara adalah uang. Penelitian ini diperkuat dengan bentuk akad-akad nikah, tabiat saling mengganti, dan khithab agama. Dalam kenyataannya banyak wanita yang telah melangsungkan banyak akad nikah sementara untuk memenuhi kebuturan materi mereka’

Mut’ah Berjamaah
Syahla berkata, “Sebagian pemuka agama berkata padaku, ‘Boleh melangsungkan akad mut’ah secara berjamaah antara seorang perempuan dengan sekelompok laki-laki dengan jangka sementara yang tidak lewat dari beberapa jam saja! Contohnya: Jika seorang dari mereka melangsungkan akad nikah mut’ah tanpa bermasksud memasukkan, maka ia boleh melakukan segala jenis cara bersenang-senang dengan teman perempuannya tadi dengan syarat tidak boleh dimasukkan!! Begini pula yang berlaku bagi laki-laki kedua, ketiga, keempat! Yang tiap-tiap itu tidak ada masa iddahnya’!!!” (al-Mut’ah al-Mu’aqqatah, hal 147). (LPPI Makassar)
Sumber: http://fnoor.com/fn0200.htm