“Penyebutan teror, teroris, itu identik dengan
muslim. Padahal siapa pun yang melakukan aksi teror, apapun agamanya, itu
disebut teroris,” kata Mustofa di Jakarta, Ahad (13/9/2015).
Mustofa memberi contoh terkait tindakan teror
yang dilakukan sekelompok massa dari gereja tertentu di Papua yang melakukan
pembakaran masjid.
“Kalau ada pembakaran tempat ibadah, di Pulau
Jawa oleh umat Muslim itu disebut aksi teror, tapi kalau terjadi di tempat lain
di luar Pulau Jawa dan agamanya berbeda, tidak disebut teroris. Ini tidak adil,
tolong adilkan,” kata dia.
Menurut Mustofa, segala bentuk tindak kekerasan
yang mengancam keselamatan orang banyak oleh suatu kelompok bisa dikategorikan
aksi teror tanpa perlu melihat latar belakang agama atau daerah si pelaku.
“Jangan membedakan, apapun agamanya, di manapun tempatnya,
kalau dia melakukan aksi teror disebut teroris,” ungkapnya sebagaimana dilansir
laman inilah.com.
Mustofa berharap lembaga-lembaga penegak hukum
untuk dapat menindak tegas setiap orang yang melakukan pelanggaran hukum tanpa
pandang bulu.
Lebih lagi, kata dia, anggaran 2016 di bidang
hukum dan keamanan akan bertambah.
“Apalagi anggaran 2016 bertambah. Polisi jadi
Rp60-an triliun, TNI Rp101 triliun, BIN Rp3,7 triliun. Itu sudah sangat cukup
untuk memberantas terorisme di Indonesia,” tutup Mustofa.
#islamedia