Judul: Efektifkah Upaya Deradikalisasi Sejak Dini untuk Masa Depan Indonesia?
Oleh: Ririn Ummi Hanif (Pemerhati Ibu dan
Anak)
Kasus bom Thamrin awal bulan lalu, membawa dampak
cukup besar bagi perkembangan opini dan pemikiran berbagai kalangan, tidak
terkecuali Dinas resmi pemerintah juga ikut turun tangan. Sebagaimana yang
dilansir metrotvnews.com (22/10/2016).
Kemendikbud melaui surat edaran bernomor 109/C.C2/DU/2016,
melarang bahan ajar PAUD yang mengandung unsur kekerasan. Begitu pula Menteri
Agama, melaui pernyataannya menyampaiakn bahwa ada rencana untuk merevisi siroh
Rosululah SAW, agar tidak menginspirasi pembaca (khususnya pelajar)
menjadi teroris.
Kebijakan ini sejalan dengan apa yang telah
disampaikan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa beberapa bulan yang lalu,
bahwa pendidikan anak usia dini merupakan salah satu media pendidikan yang
dapat mencegah secara dini paham radikalisme untuk berkembang.
Hal ini dinyatakannya menanggapi hasil survei
tentang satu dari 14 siswa tingkat SMP dan SMA yang menyetujui Negara Islam
Irak dan Suriah (NIIS/ISIS). "Kalau sudah seperti ini preventif untuk
radikalisme menjadi lebih berat. Beda kalau kita bisa melakukan preventif dari
usia dini dengan membangun pemahaman keragaman budaya (multikulturalisme) dan
pluralisme. Lewat langkah itu, toleransi dan moderasi bisa tertanam lebih
awal," kata Mensos. Dengan begitu, lanjut Khofifah, proses preventif
radikalisme tidak menjadi berbiaya tinggi.(Republika.co.id, 12/04/2015).
Istilah radikal sekarang telah menjelma menjadi
kata-kata politik yang cenderung multitafsir, bias, dan sering digunakan
sebagai alat penyesatan atau stigma negatif lawan politik. Seperti penggunaan
istilah Islam radikal yang sering dikaitkan dengan terorisme, penggunaan
kekerasan untuk mencapai tujuan, menolak pluralitas (keberagaman) dan
julukan-julukan yang dimaksudkan untuk memberikan kesan buruk.
Istilah radikal kemudian menjadi alat propaganda
yang digunakan untuk kelompok atau negara yang berseberangan dengan ideologi
dan kepentingan Barat. Julukan Islam radikal kemudian digunakan secara
sistematis bagi pihak-pihak yang menentang sistem ideologi Barat (Kapitalisme,
Sekulerisme, dan demokrasi), ingin memperjuangkan syariah Islam, Khilafah
Islam, menginginkan eliminasi Negara Yahudi, dan melakukan jihad melawan Barat.
Program deradikalisasi dimaksudkan untuk meredam
semua itu. Karenanya program ini dijalankan dengan tujuan membentuk umat Islam
yang moderat, pluralis dan toleran. Melakukan upaya deradikalisasi semacam ini
artinya mereduksi aqidah Islam dan menjadikan aqidah Islam hanya aqidah ruhiyah
semata. Hukum-hukum syara’ dipilah dan dipilih sesuai paham sekuler, yang terkait
dengan ibadah diambil, tetapi yang terkait dengan pengaturan kehidupan
dicampakkan.
Langkah pemerintah untuk menganggulangi
radikalisasi ini, terlihat sangat berbeda dengan sikap mereka ketika menghadapi
pemikiran dan tingkah laku rusak yang menimpa anak – anak sampai pemuda. Lihat
saja kasus yang sekarang sedang ramai di media sosial, yakni mengenai akun
twitter @gaykids_botplg, yang menggencarkan opini sah nya hubungan sesama
jenis. Menurut pantauan harian metropolis, pengikut akun ini kebanyakan adalah
anak SMP. Pemerintah terkesan diam, Padahal KPAI sangat mengkhawatirkan kondisi
ini merusak generasi muda Indonesia
(Republika.co.id, 25/10/2016).
Apa yang disampaiakn Ibu Elly Risman dalam sebuah
acara di Trans TV, juga sebuah hal yang sangat mengerikan. Beliau memaparkan
bahwa ancaman pornografi mengintai anak – anak kita di manapun mereka berada.
ketika anak – anak sudah kena serangan pornografi, sangat sullit begi mereka
untuk lepas. karena yang terserang adalah syaraf – syarafnya. Tidak cukup
detoxifikasi sebagaimana pecandu narkoba atau minuman keras. tapi ini
membutuhkan tekad dan kekonsistenan yang tinggi bagi pelakunya. Dan riset be
Elly ternyata cukup membuat shock, karena serangan itu telah benar – benar
terjadi dan anak – anak Indonesia
telah sampai pada level “kecanduan”.
Kondisi ini ternyata juga ditanggapi pemerintah
dengan santai. Ibu Elly sampai menangis di forum bercerita bahwa riset yang
beliau tawarkan ke berbagai kementrian terkait tidak ditanggapi. Bahkan saat
berkesempatan bertemu dengan ibu negara pun, beliau berusaha menyampaiakn, tapi
hasilnya sama dengan kementrian yang sudah didatangai. UU pornografi yang ada,
sama sekali tidak menyentuh kasus di lapangan.
Terlihat jelas adanya ketidakadilan pemerintah
dalam menanggapi persoalan yang ada di Indonesia. Sehingga program
deradikalisasi yang hendak dimulai dari pendidikan usia dini perlu diwaspadai
umat Islam. Usia dini adalah usia kritis, usia pembentukan dasar-dasar
pemikiran dan perilaku yang merupakan komponen kepribadian. Bila anak usia dini
dikenalkan kepada Penciptanya, ditanamkan ketaatan dan ketundukan kepada Sang
Pencipta, diajarkan untuk teguh berpegang kepada agama, maka berarti kita telah
meletakkan fondasi yang kuat bagi agamanya.
Sebaliknya bila kita tanamkan pemahaman bahwa
semua agama sama, Mereka akan mudah diperdaya berbagai produk perang
pemikiran dan budaya. Liberalisme, hedonisme dan materialisme. Generasi liberal
yang pasca UN menggelar pesta seks, pesta bikini, dan pesta miras. Generasi
hedonis yang doyan ke kafe, karaoke, dan hura-hura lainnya. Generasi materialis
yang harus punya gadget terbaru, gaya
hidup mewah dan aksesori wah. Untuk memenuhinya, remaja-remaja perempuan tak
segan menjual diri, dan remaja laki-laki nekat menjadi begal.
Program deradikalisasi hakekatnya adalah program
de-Islamisasi. Inilah yang harus diwaspadai umat. Makna radikal telah
dipelintir dan dimanfaatkan kelompok Islamophobia untuk menlonggarkan
keterikatan umat terhadap hukum Islam.
Dalam kamus besar Indonesia, radikal diartikan
perubahan mendasar. Sementara itu, sejarah mencatat, perubahan besar yang
terjadi di dunia tidak selalu bermakna buruk. Dalam sejarah masyarakat Barat
juga terjadi beberapa perubahan mendasar yang dianggap justru memberikan
pencerahan dan awal kebangkitan masyarakat Barat. Seperti perubahan dari sistem
teokrasi yang represif pada abad kegelapan menjadi demokrasi. Masa itu bahkan
dianggap awal kebangkitan Barat Indonesia
sendiri dalam fragmen sejarahnya mengalami perubahan mendasar. Kemerdekaan Indonesia
sering dianggap merupakan tonggak perubahan mendasar (radikal) dari negara yang
dijajah oleh kolonial menjadi negara yang merdeka.
Sehingga program deradikalisasi sejak dini, yang
dijalankan sebagai program de-islamisasi, bukanlah langkah yang efektif menjaga
generasi bangsa. Justru jika program ini benar – benar digalakan, akan semakin
mengembangkan berbagai macam masalah bagi bangsa Indonesia. karena pribadi – pribadi
yang akan terbentuk adalah pribadi yang lembek, tidak berprinsip, gampang
terpengaruh, dan rendah daya juangnya. Terlebih era MEA telah berjalan.
sehingga arus budaya dan pemikiran akan semakin deras menghantam Indonesia.
[syahid/voa-islam.com]