KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan mengklarikasi pernyataan
sikap Persekutuan Gereja-gereja Jayawijaya (PGGJ) tertanggal 25 Februari 2016.
Klarifikasi itu akan diminta Komnas HAM kepada Negara, terutama Bupati
Jayawijaya Papua.
“Kalau pun ada desakan dari siapa pun, dan itu hak siapa pun, tetapi Negara,
dalam hal ini Pemkab Jayawijaya Papua tidak boleh tunduk,” terang Komisioner
Komnas HAM, Maneger Nasution, sebagaimana dilansir dari Islampos, Jum’at (4/3) di
Jakarta.
Dikatakan Maneger, jika benar dari 9 poin pernyataan tersebut dilakukan
PGGJ, maka hampir semuanya bertentangan dengan konstitusi dan HAM, kecuali poin
7.
“UU nasional Indonesia menganut rezim anak di bawah bimbingan orang tua atau
walinya,” tukas Maneger.
Komnas HAM mendorong negara, utamanya Pemkab Jayawijaya, Papua, untuk hadir
menunaikan kewajiban konstitusionalnya (pasal 28J ayat (4) UUD 1945 jo pasal 8
UU 39 1999 tentang HAM).
Seperti diketahui, PGGJ dilaporkan mengeluarkan tuntutan terhadap pemerintah
Kabupaten Jayawijaya dan umat Islam Jayawijaya. Berikut isi selebaran
tersebut:
- Seluruh denominasi gereja di Kabupaten Sriwijaya meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Jayawijaya mencabut/membatalkan ijin mendirikan Masjid Agung Baiturahman Wamena.
- Panitia pembangunan Masjid Agung Baiturahman harus menghentikan pekerjaan pembangunan.
- Menutup mushola/masjid yang tidak memiliki ijin atau menyalahgunakan ijin tempat usaha tetapi dijadikan mushola/masjid sebagaimana yang diatur dalam SKB dua menteri.
- Dilarang pembangunan mushola atau masjid baru di Kabupaten Jayawijaya.
- Dilarang menggunakan toa/pengeras suara saat shalat karena sangat mengganggu ketenangan dan kenyamanan masyarakat.
- Dilarang menggunakan busana ibadah (jubah dan jilbab) di tempat-tempat umum.
- Hentikan upaya mendidik (menyekolahkan) anak-anak Kristen Papua di pesantren-pesantren.
- Hentikan mendatangkan guru-guru kontrak non-kristen.
- Demi kehormatan, kenyamanan dan keamanan agar dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.