Fenomena murtad atau keluar dari Agama Islam, mulai terjadi pada para pengungsi asal Timur Tengah yang mencari suaka di Eropa. Hal semacam ini menjalar dari para pengungsi di Austria dan Jerman yang notabene, memiliki kebijakan pintu terbuka terhadap gelombang pengungsi.
Fakta lain berbicara, di mana dari 300 pengajuan pembaptisan di Austria dalam tiga bulan pertama pada tahun ini, 70 persen di antaranya merupakan para pengungsi. Di Gereja Trinitas Berlin, Jerman, disebutkan hampir 700 pengungsi Timur Tengah sudah murtad dan kini memeluk Kristen.
Laporan lainnya yang dipublikasikan Majalah Stern, mencatatkan bahwa lebih dari 80 pengungsi muslim asal Iran dan Afghanistan, kini sudah jadi umat Kristiani, sejak dibaptis akhir pekan lalu di Hamburg.
Mohammad Eghtedarian merupakan pendeta pembantu di Katedral Liverpool. Ia merupakan pengungsi Iran yang kemudian berpindah agama menjadi Kristen. Kini Eghtedarian bertugas membantu orang-orang mengembangkan iman mereka dan mengajukan permohonan status pengungsi.
"Keduanya saling terkait. Kebanyakan orang mengajukan permohonan suaka atas dasar agama mereka," katanya, seperti dilansir the Guardian, Ahad (5/6).
Eghtedarian mengisahkan perjalanannya kala mengungsi dari Kota Shiraz, Iran, ke Inggris. Ia harus melalui lusinan negara Eropa dengan truk, kereta api, dan berjalan kaki. Dalam keadaan miskin dan ketakutan, ia ditawari dukungan praktis dan emosional dari warga Kristen di sepanjang jalan.
Sebelum diberikan suaka, Eghtedarian menghabiskan empat bulan di pusat penahanan di Tinsley House, dekat bandara Gatwick. Menurut dia, setiap hari adalah tantangan sekaligus sesuatu yang indah baginya. Tantangan sebab ia tak tahu apa akan dideportasi atau tidak, dan indah sebab ia merasa berada di tangan Tuhan.
Sekarang dia mengabdikan dirinya untuk membantu pengungsi lainnya. Menurut dia, banyak orang putus asa, menghabiskan banyak uang, dan membuang banyak uang.
"Mereka rentan, dilecehkan, dan kadang-kadang (mereka telah) diperkosa. Pengalaman menjadi pengungsi itu merendahkan dan tidak manusiawi," katanya.
Di Liverpool, Eghtedarian mengakui, faktor yang menyebabkan umat Islam untuk pindah agama sering kompleks dan berlapis-lapis. Banyak dari mereka putus asa untuk kehidupan yang lebih baik.
Untuk itu, ada proses yang harus dilalui bagi mereka yang terdaftar pertama kali ke gereja. Mereka harus mengikuti lima sesi persiapan pembaptisan dan 12 sesi persiapan konfirmasi sebelum dapat dibaptis dan mengajukan aplikasi suaka.
"Dengan cara ini kita bisa mengenal mereka dan melihat bagaimana mereka terlibat dalam kehidupan gereja," kata Eghtedarian.
Jika perlu, gereja akan memberikan "surat kehadiran" untuk imigrasi dan mendukung mereka melalui proses banding. Ketika ditanya apakah beberapa orang berpura-pura masuk agama Kristen untuk membantu aplikasi suaka mereka, Eghtedarian mengatakan tentu saja banyak orang melakukan itu.
"Saya mengerti ada banyak motif campuran. Ada banyak orang menyalahgunakan sistem. Namun, apakah itu kesalahan seseorang atau kesalahan sistem? Dan siapa yang mereka tipu? Petugas pemerintah, saya sebagai seorang pendeta, atau Tuhan?" katanya.(acw)
Fakta lain berbicara, di mana dari 300 pengajuan pembaptisan di Austria dalam tiga bulan pertama pada tahun ini, 70 persen di antaranya merupakan para pengungsi. Di Gereja Trinitas Berlin, Jerman, disebutkan hampir 700 pengungsi Timur Tengah sudah murtad dan kini memeluk Kristen.
Laporan lainnya yang dipublikasikan Majalah Stern, mencatatkan bahwa lebih dari 80 pengungsi muslim asal Iran dan Afghanistan, kini sudah jadi umat Kristiani, sejak dibaptis akhir pekan lalu di Hamburg.
Mohammad Eghtedarian merupakan pendeta pembantu di Katedral Liverpool. Ia merupakan pengungsi Iran yang kemudian berpindah agama menjadi Kristen. Kini Eghtedarian bertugas membantu orang-orang mengembangkan iman mereka dan mengajukan permohonan status pengungsi.
"Keduanya saling terkait. Kebanyakan orang mengajukan permohonan suaka atas dasar agama mereka," katanya, seperti dilansir the Guardian, Ahad (5/6).
Eghtedarian mengisahkan perjalanannya kala mengungsi dari Kota Shiraz, Iran, ke Inggris. Ia harus melalui lusinan negara Eropa dengan truk, kereta api, dan berjalan kaki. Dalam keadaan miskin dan ketakutan, ia ditawari dukungan praktis dan emosional dari warga Kristen di sepanjang jalan.
Sebelum diberikan suaka, Eghtedarian menghabiskan empat bulan di pusat penahanan di Tinsley House, dekat bandara Gatwick. Menurut dia, setiap hari adalah tantangan sekaligus sesuatu yang indah baginya. Tantangan sebab ia tak tahu apa akan dideportasi atau tidak, dan indah sebab ia merasa berada di tangan Tuhan.
Sekarang dia mengabdikan dirinya untuk membantu pengungsi lainnya. Menurut dia, banyak orang putus asa, menghabiskan banyak uang, dan membuang banyak uang.
"Mereka rentan, dilecehkan, dan kadang-kadang (mereka telah) diperkosa. Pengalaman menjadi pengungsi itu merendahkan dan tidak manusiawi," katanya.
Di Liverpool, Eghtedarian mengakui, faktor yang menyebabkan umat Islam untuk pindah agama sering kompleks dan berlapis-lapis. Banyak dari mereka putus asa untuk kehidupan yang lebih baik.
Untuk itu, ada proses yang harus dilalui bagi mereka yang terdaftar pertama kali ke gereja. Mereka harus mengikuti lima sesi persiapan pembaptisan dan 12 sesi persiapan konfirmasi sebelum dapat dibaptis dan mengajukan aplikasi suaka.
"Dengan cara ini kita bisa mengenal mereka dan melihat bagaimana mereka terlibat dalam kehidupan gereja," kata Eghtedarian.
Jika perlu, gereja akan memberikan "surat kehadiran" untuk imigrasi dan mendukung mereka melalui proses banding. Ketika ditanya apakah beberapa orang berpura-pura masuk agama Kristen untuk membantu aplikasi suaka mereka, Eghtedarian mengatakan tentu saja banyak orang melakukan itu.
"Saya mengerti ada banyak motif campuran. Ada banyak orang menyalahgunakan sistem. Namun, apakah itu kesalahan seseorang atau kesalahan sistem? Dan siapa yang mereka tipu? Petugas pemerintah, saya sebagai seorang pendeta, atau Tuhan?" katanya.(acw)