Kembali lagi pada kaidah yang telah dituliskan di awal paragraf,
jika kita mengerti, maka akan mudah dalam memahami syirik kecil. Sebagai
contoh, sebuah batu cincin ketika diyakini menjadi sebab sembuhnya seseorang
dari penyakit, padahal tidak ada bukti dari segi ilmiah maupun dalil syari,
maka itu adalah syirik kecil. Namun jika ia meyakini bahwa batu cincin lah yang
dapat menyembuhkan penyakit, maka itu adalh syirik besar pembatal keislaman.
Di antara amalan yang dapat menjerumuskan seseorang dalam syirik
kecil:
Tathayyur (anggapan sial)
Diriwayatkan secara marfu’ dari Ibnu Mas’ud, “Ath
Thiyarah adalah kesyirikan, Ath Thiyarah adalah kesyirikan… akan tetapi
Allah menghilangkan anggapan itu dengan tawakkal kepada Allah.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi, beliau berkata: Hasan Shahih)
Banyak praktek anggapan sial di tempat kita, misalnya ketika ada
kucing hitam yang melintas maka akan ada anggapan bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi. Contoh lain ketika dijatuhi kotoran binatang tertentu, maka akan
tertimpa suatu kesialan. Ini adalah bentuk tathayyur.
Berdoa meminta di kuburan karena menganggap hal ini adalah sebab terkabulnya doa
Barangsiapa yang meyakini bahwa orang yang telah mati atau berdoa
di makamnya menjadi sebab terkabulnya doa, maka ia terjerumus
dalam syirik kecil. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai
ahli kitab, janganlah kalian ghuluw (berlebihan) dalam agama kalian.” (QS.
An-Nisa: 171)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya), “Berhati hatilah kalian dengan sikap ghuluw, karena sikap
tersebutlah yang telah membinasakan umat sebelum kalian” (HR. Ahmad, Ibnu
Majah, Ibnu Hibban, Ath Thabrani, Al Hakim. An-Nawawi berkata: Sanadnya
shahih berdasarkan kriteria Muslim).
Ini adalah syirik kecil, selama orang yang meminta tersebut tidak
meyakini bahwa orang yang mati itulah yang memberi manfaat dan mudharat
dengan sendirinya. Jika ia meyakini demikian, maka terjerumus dalam syirik
akbar. Dan meminta kepada orang yang telah mati adalah salah satu sikap
berlebihan dalam agama.
Percaya pada ramalan bintang
Dari Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda (yang artinya), “3 perkara yang membuat seseorang tidak masuk
surga: pecandu khamr, pemutus silaturahmi, dan orang yang percaya dengan sihir”
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah, shahih).
Termasuk mempercayai sihir adalah percaya pada ramalan bintang,
atau yang dikenal dengan astrologi. Karena Nabi telah bersabda (yang artinya),
“Barangsiapa yang mempelajari cabang dari ilmu nujum (perbintangan), maka
ia telah belajar ilmu sihir” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dinilai shahih
oleh Imam Nawawi di Riyadhush Shalihin).
Sebagian orang senang membaca zodiak di majalah, padahal membacanya
termasuk pebuatan kesyirikan. Wajib bagi setiap rubrik baik di media cetak
maupun media elektronik yang berisi tentang zodiak, untuk menghapusnya dan
bertakwa kepada Allah.
Menisbatkan turunnya hujan dengan rasi bintang tertentu
Dari Abu Malik Al-Asy’ari, sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “4 hal yang termasuk perkara
jahiliyyah yang masih ada pada umatku, dan mereka tak meninggalkannya:
berbangga dengan garis keturunan, mencela nasab, meminta hujan dengan sebab
bintang, an-niyahah (meratapi mayit)” (HR. Muslim).
Keyakinan seorang muslim yang masi bersih jiwanya akan mengatakan
bahwa tidak ada hubungammya rasi bintang tertentu sebagai sebab turunnya hujan.
Hujan turun adalah dari Allah, sebab karunia dan kasih sayang Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya), “Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan
ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’
(Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman
kepadaKu dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan
‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini
dan ini), maka dialah yang kufur kepadaKu dan beriman pada bintang-bintang”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Mengklaim suatu hal sebagai sebab, padahal ia bukan sebab syar’i atau qadariy
Misalnya meyakini bahwa berdiri di pintu akan menyebabkan sulit
jodoh. Padahal hal ini tidak didasari oleh dalil (Qur’an dan hadits) juga tidak
didasari oleh bukti ilmiyah atau penelitian yang dibuktikan secara ilmiah
(sebab qadariy).
Mengapa menisbatkan sebab padahal bukan sebab dikategorikan dalam
kesyirikan? Karena orang yang meyakini hal tersebut, telah membuat tandingan
bagi Allah dalam menetapkan sebab. Padahal kita yakin bahwa tidaklah suatu hal
terjadi melainkan atas izin Allah Ta’ala. Sehingga orang yang
menetapkan sebab padahal bukan sebab terjerumus dalam perbuatan syirik kecil.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Tidak ada suatu musibah
pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah” (QS. At-Taghabun:
11).
Namun sekali lagi perlu diberi catatan, bukan berarti ketika
disebut syirik kecil, berarti ini hal yang remeh. Bahkan syirik baik asghar
maupun akbar, adalah kejahatan dan kezaliman terfatal. Dan para ulama
mengatakan, syirik kecil itu lebih parah dan bahaya dibandingkan dosa besar
seperti berzina, membunuh dan minum khamr.“.
Sebagai penutup, marilah kita selalu memperbaiki akidah kita, dan
terus belajar tentang apa itu tauhid dan apa itu syirik. Jangan sampai kita
tidak mengetahui bahwa apa yang kita lakukan ternyata masuk ke dalam perbuatan
kesyirikan. Jadilah kita melakukan syirik tanpa sadar. Wallahul Muwaffiq.
Muslimah.Or.Id