SEBAGAI seorang istri sudah seharusnya kita wajib menaati kepala rumah tangga, yakni suami. Setelah sahnya kita terlepas dari orangtua dan berpindah pada lelaki pilihan kita, maka mau tidak mau kita harus melaksanakan kewajiban kita dengan baik. Hal ini akan lebih baik bila kita lakukan kewajiban itu sebelum kita menuntut hak sebagai istri pada suami.
Dalil-dalil menunjukkan bahwa seorang istri wajib taat kepada suaminya. Di antaranya firman Allah, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,” (QS. Al-Baqarah: 228).
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka,” (QS. An-Nisa: 34).
Diriwayatkan dari Abu Dzar, “Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia, melainkan pasangan suaminya dari bidadari di surga akan menyatakan jangan kau sakiti dia, semoga Allah memerangimu (kata celaan), karena dia berada di sisimu sebagai pendatang sementara yang hampir saja dia memisahkan diri darimu dan datang kepada kami (bidadari surga),” (HR. Tarmidzi dan Ibnu Hibban, dihasankan oleh Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani).
Dalam Hadits Bibi Husain, “Aku datang kepada Rasulullah shalallahu alaihi wassalam pada sebagian kebutuhan, Rasulullah bertanya, ‘Apakah engkau mempunyai suami?’ Wanita itu menjawab ‘Iya.’ Rasul bertanya, ‘Bagaimana keadaanmu terhadapnya?’ ‘Aku selalu menaatinya dan melayaninya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu melakukannya,’ ‘Maka lihatlah di mana keberadaanmu di sisinya, karena sesungguhnya suamimu adalah surgamu dan nerakamu’,” (HR. An-Nasai, Imam Akhmad. Dinyatakan bersanak jayid oleh Syaikh Al-Albani menukil pernyataan An-Nasai dan Imam Akhmad).
Termasuk hak suami atas sang istri adalah sang istri merawat rumah suaminya, dan tidak keluar dari rumah tanpa seizin suami. Apabila sang suami tidak ada dan terdapat kebutuhan mendesak yang harus segera dilaksanakan, maka sang istri sebelumnya harus menimbang apakah suami akan mengizinkannya atau tidak. Apabila kemungkinan sang suami mengizinkannya, maka setelah sang suami kembali, sang istri menyampaikan berita yang menenangkan suami.
Akan tetapi kalau mungkin sang suami tidak mengizinkan, atau sang istri ragu mendapat izin atau tidak maka pada hukum asalnya sang istri tidak boleh keluar. Termasuk pula hak suami atas sang istri adalah sang istri mengerjakan semua perkerjaan rumah sendiri. Tidak seharusnya sang istri meminta sang suami untuk mendatangkan pembantu yang bisa membawa akibat buruk bagi suami atau anak-anaknya. Berkata Rasulullah kepada Aisyah bahwa kadar pahalanya sesuai dengan keletihannya (dalam mengurusi pekerjaan rumah)
#Islampos