Berita Islam Terkini – Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Amerika
Serikat (AS) urusan Diplomasi Publik, Richard Stengel berpendapat bahwa menutup
sebuah situs yang dianggap penggerak paham radikalisme dan simpatisan kelompok
radikal, bukanlah tugas sebuah negara.
“Sektor privatlah, seperti Google, Facebook dan Twitter,
yang seharusnya bertindak (memblokir),” kata Stengel di Jakarta, Rabu (15/4),
menanggapi perintah pemblokiran oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika
Indonesia terhadap situs yang dinilai radikal.
Stengel mengatakan hal tersebut dalam sebuah diskusi bertema
“Democratization of Information: Opportunities in a Changing Media Landscape”
yang juga dihadiri oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert
Blake.
Menurut Stengel, sektor privat seperti Google, Facebook dan
Twitter memiliki ketentuan dan layanan (terms and services) masing-masing, yang
pasti mengadung aturan terkait konten sesat.
“Twitter pada kenyataannya telah menutup lebih dari 10.000
akun yang menurut mereka mengandung konten negatif,” kata Stengel yang pernah
menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Time.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah
memerintahkan pemblokiran terhadap 19 situs yang dinilai radikal atas
permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Seperti diberitakan, BNPT melalui surat nomor
149/K.BNPT/3/2015 meminta 19 situs diblokir karena dianggap sebagai situs
penggerak paham radikalisme dan sebagai simpatisan radikalisme.
Selain itu, Stengel juga berpendapat bahwa media sosial
merupakan sarana bersama, yang bisa dimanfaatkan pula untuk “melawan balik”
pesan-pesan negatif.
Wujud “melawan balik” tersebut misalnya dengan memunculkan
pesan-pesan positif, seperti ungkapan mengenai ketidakpantasan membunuh sesama
manusia, dan lain-lain.
“Informasi dimanfaatkan dan digunakan untuk tujuan yang
baik, untuk membantu orang lain,” ucap Stengel. (ts/pm/Eramuslim.com)