MENTERI AGAMA AKAN RESMIKAN PUSAT YAHUDI -TORAT CHAIM- DI PAPUA




Abigail dan Elisheva Wiraatmadja bersama Rabi Moshe Gutnick, anggota dari Sydney Beth Din yang juga pemimpin Organization of Rabbis of Australasia. (Foto: jewishpress.com)



Berita Islam Terkini - Komunitas Yahudi di Papua beberapa tahun belakangan ini menunjukkan geliatnya. Ditengarai semakin banyak keturunan Yahudi Papua yang bergairah menautkan diri pada akar etniknya, setelah cukup lama mengabaikannya.

Hal ini diungkapkan oleh Rabi Yahudi kelahiran Australia dan bermukim di New Jersey,  Yossi Serebryanski, dalam tulisannya di jewishpress.com, berjudul Jews of Indonesia and Papua New Guinea, yang dilansir pada hari Jumat (28/8).

Rabi yang sudah menulis sejumlah buku ini, mengetahui kebangkitan komunitas Yahudi itu melalui aktivitas Elisheva Wiriaatmadja, seorang Indonesia keturunan Yahudi yang giat menerjemahkan kitab Torah ke bahasa Papua dan melalui stasiun radionya mengajarkan kitab itu.

Elisheva, yang mewarisi darah Yahudi dari nenek moyangnya yang datang ke Indonesia dari Belanda,  baru-baru ini turut dalam pertemuan di dua kota Papua, yang diikuti oleh para keturunan Yahudi dari berbagai gereja-gereja mesianis di pulau paling timur Indonesia itu. Dalam pertemuan dibahas apakah mereka akan tetap menjadi anggota gereja mesianis atau kembali ke agama nenek moyang mereka, Yudaisme.  Menurut Elisheva, 168 orang Papua, termasuk pemimpin mereka, memutuskan meninggalkan gereja mereka dan memeluk agama Yahudi.

Elisheva Wiriaatmadja juga pernah diundang untuk berbicara di sebuah gereja mesianis di Papua. Anggota gereja itu  mendengar adanya sekelompok orang dari Indonesia yang terlibat dalam proses konversi ke Yudaisme.

Sesampai di sana, Elisheva bertemu dengan orang-orang yang jelas-jelas merupakan keturunan langsung dari orang-orang Yahudi. Di tahun 1400-an dan 1500-an, ketika orang-orang Yahudi diusir dari Spanyol dan Portugal, banyak dari mereka melakukan perjalanan ke Peru. Ketika inkuisitor terus memburu mereka, banyak yang melarikan diri ke Jepang dan yang lainnya melanjutkan perjalanan ke Papua, di mana sejumlah besar akhirnya menikah dengan penduduk setempat.
Dalam pertemuan itu, sekelompok suku Papua bahkan menyanyikan lagu pengantar tidur Yahudi yang salah satu barisnya kira-kira berbunyi: "Kami dulu dua belas orang bersaudara tapi sepuluh telah menghilang." Meskipun mereka tidak menyadari arti pentingnya, banyak keluarga Papua itu memiliki nama keluarga seperti Sukkot, Taurat dan Menorah. Sejak anak-anak mereka diajarkan untuk tidak pernah melangkahkan kaki di gereja karena  "itu adalah tempat yang jahat."
"Sebagai anak muda yang tumbuh di Australia, saya mendengar bahwa seorang Israel memiliki hotel di Port Moresby, Papua Nugini. Sebelum itu saya tidak pernah mendengar adanya kehadiran Yahudi di sana. Itu tidak mengherankan karena sejarah Yahudi di Papua, Papua Nugini, dan Indonesia  relatif tidak dikenal sampai saat ini. Keberadaan mereka kini  mulai terang setelah warga di pulau-pulau ini  ingin kembali ke akar Yahudi mereka," tulis Yossi Serebryanski .

Berkat Jasa Gus Dur

Bangkitnya komunitas Yahudi di Indonesia diyakini berkat jasa Abdurrahman Wahid yang menjadi presiden keempat di Indonesia pada rentang waktu 1999-2001. Pada bulan Oktober 1994 ia menerima undangan untuk mengunjungi Israel. Dan selama pemerintahannya, keturunan Yahudi mulai keluar dari persembunyiannya.
Pada tahun 2012,  News Channel National mengakui bahwa sekitar 150 keturunan Yahudi dari seluruh Indonesia berkumpul untuk merayakan Sukkot.  Jauh sebelum itu, orang-orang Yahudi di Indonesia sudah menunjukkan aktivitas. Rabi Yossi mengakui ia bertemu pertama kali dengan orang-orang Yahudi di Indonesia di Australia pada tahun 1979. Seorang pria 54 tahun, kata dia,  tiba di Yeshiva Gedolah di Melbourne. Menurut cerita,  ayah pria itu melarikan diri dari kejaran Nazi Jerman dan pindah ke Indonesia, tempat dia kemudian dibesarkan.
Secara resmi, orang-orang Yahudi datang ke Indonesia pertama kali sebagai bagian dari datangnya  Perusahaan India Timur Belanda atau VOC (yang didirikan pada tahun 1602) pada tahun 1872. Namun , diyakini, sebelum mereka sesungguhnya telah ada orang Yahudi yang menetap di wilayah ini. Mereka datang dari Irak dan Aden. Mereka bermigrasi melalui jalur Sutra yang terkenal.
Menurut catatan, pada tahun 1928 organisasi penghimpunan dana untuk mendukung pemukiman Yahudi  dioperasikan di Jakarta, Bandung, Malang, Medan, Padang, Semarang dan Yogyakarta. Terdapat pula catatan-catatan dari sejumlah penjelajah, diantaranya dari Rav Yaakov Halevy Sapir dan surat kabar Java Zionist pada awal 1900-an, yang mendukung gagasan bahwa banyak orang Yahudi --menikah atau tidak dengan warga setempat -- bermukim di Indonesia.

Dengan kata lain, terdapat sejarah yang kaya tentang bagaimana orang-orang Yahudi datang ke Indonesia. Dan kini, adat-istiadat mereka yang dulu seakan tersembunyi, mulai terungkap seiring dengan semakin banyaknya mereka yang ingin kembali ke akar budaya mereka.
Dewasa ini Yudaisme di Indonesia bukan termasuk satu dari enam agama resmi. Namun tradisi Yahudi di Indonesia tampaknya bakal dapat ditemukan karena Menteri Agama diharapkan akan meresmikan pusat Yahudi - Torat Chaim -dalam waktu dekat, yang di dalamnya ada sekolah dan toko halal di bawah naungan sebuah komunitas Kristen.(NEW JERSEY)