Keputusan Dewan Hak Asasi Manusia PBB, UNHRC, untuk mengadopsi penerbitan basis data perusahaan yang terlibat dalam aktivitas di wilayah pendudukan Tepi Barat mendapat kecaman dari Israel.
Danny Danon, duta besar Israel untuk PBB, pada Kamis (24/3) mengatakan data itu sebagai “data hitam” dan menyebut UNHRC memiliki obsesi untuk melawan Israel.
UNHRC yang berbasis di Jenewa merupakan forum 47 negara yang didirikan 10 tahun lalu dan dituding Israel dan AS bias terhadap Israel.
Sebanyak 32 negara menyetujui mosi treat basis data ini, sedan 15 negara lainya—terutama negara Eropa—abstain.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan yang menyebut badan PBB itu sebagai “sirkus anti-Israel” yang “menyerang satu-satunya [negara] demokrasi di Timur Tengah dan mengabaikan pelanggaran Iran, Suriah, dan Korea Utara.”
UNHRC meminta daftar perusahaan diperbarui setiap tahun dan akan disebut sebagai "pelanggaran hak asasi manusia dan hukum internasional yang terlibat dalam produksi barang permukiman."
Netanyahu menyebut tindakan mengecam Israel tapi tidak mengecam serangan oleh warga Palestina terhadap Israel dan ISIS di Eropa adalah absurd.
“Israel menyerukan pemerintahan bertanggung jawab untuk tidak menghormati keputusan dari Dewan yang mendiskriminasikan Israel,” ujar Netanyahu.
Danon mengatakan keputusan UNHRC mengingatkan akan ”masa gelap di Eropa ketika bisnis Yahudi diasingkan. Siapa pun yang mendukung keputusan hari ini, seharusnya malu."
UNHRC juga menugaskan Stanley Michael Lynk sebagai penyidik ​​baru soal situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina menyusul pengunduran diri pelapor khusus Makarim Wibisono yang menyebut Israel tak mau bekerja sama dengannya.
Di antara hampir 40 resolusi yang diadopsi oleh UNHRC pada akhir sesi empat minggu, terdapat pula resolusi terkait Suriah, Iran dan Korea Utara.
Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur dalam perang Timur Tengah 1967 dan kemudian mencaplok Yerusalem Timur sebagai ibu kota abadinya, langkah yang tidak pernah diakui secara internasional.(acw)
Danny Danon, duta besar Israel untuk PBB, pada Kamis (24/3) mengatakan data itu sebagai “data hitam” dan menyebut UNHRC memiliki obsesi untuk melawan Israel.
UNHRC yang berbasis di Jenewa merupakan forum 47 negara yang didirikan 10 tahun lalu dan dituding Israel dan AS bias terhadap Israel.
Sebanyak 32 negara menyetujui mosi treat basis data ini, sedan 15 negara lainya—terutama negara Eropa—abstain.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan yang menyebut badan PBB itu sebagai “sirkus anti-Israel” yang “menyerang satu-satunya [negara] demokrasi di Timur Tengah dan mengabaikan pelanggaran Iran, Suriah, dan Korea Utara.”
UNHRC meminta daftar perusahaan diperbarui setiap tahun dan akan disebut sebagai "pelanggaran hak asasi manusia dan hukum internasional yang terlibat dalam produksi barang permukiman."
Netanyahu menyebut tindakan mengecam Israel tapi tidak mengecam serangan oleh warga Palestina terhadap Israel dan ISIS di Eropa adalah absurd.
“Israel menyerukan pemerintahan bertanggung jawab untuk tidak menghormati keputusan dari Dewan yang mendiskriminasikan Israel,” ujar Netanyahu.
Danon mengatakan keputusan UNHRC mengingatkan akan ”masa gelap di Eropa ketika bisnis Yahudi diasingkan. Siapa pun yang mendukung keputusan hari ini, seharusnya malu."
UNHRC juga menugaskan Stanley Michael Lynk sebagai penyidik ​​baru soal situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina menyusul pengunduran diri pelapor khusus Makarim Wibisono yang menyebut Israel tak mau bekerja sama dengannya.
Di antara hampir 40 resolusi yang diadopsi oleh UNHRC pada akhir sesi empat minggu, terdapat pula resolusi terkait Suriah, Iran dan Korea Utara.
Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur dalam perang Timur Tengah 1967 dan kemudian mencaplok Yerusalem Timur sebagai ibu kota abadinya, langkah yang tidak pernah diakui secara internasional.(acw)