Salah satu pelaku bom bunuh diri Brussels, Najim Laachraoui, merupakan anak baik, pintar dan sama sekali tak menunjukkan bahwa ia telah teradikalisasi sebelum ia berangkat ke Suriah pada 2013 dan memutus kontak dengan keluarganya.
Laachraoui, 25, merupakan salah satu pengebom bunuh diri di Bandara Zaventem, Brussels, Selasa lalu. Ia merupakan veteran militan di Suriah, dan diduga kuat menjadi pembuat bom dalam serangan Paris November lalu.
“Ia adalah anak baik, dan terutama, dia pintar, itulah yang sangat saya ingat tentang dia,” kata adiknya, Mourad, 20, dalam sebuah konferensi pers pada Kamis (24/3). Terakhir kali ia melihat Najim, menurut Mourad, ia terlihat “normal”.
Keluarganya sama sejali tidak melihat perubahan tingkah laku Najim yang merupakan lulusan elektromekanik itu, hingga ia akhirnya menelepon bahwa ia sudah berada di Suriah. Mereka juga tak tahu apa yang menyebabkan ia teradikalisasi.
Menurut Mourad, keluarganya memperingatkan polisi pada 2013 ketika Najim mengatakan ia berada di Suriah. Polisi mendatangi mereka ketika itu dan kembali menggeledah rumah mereka setelah serangan Paris November lalu.
Mourad mengatakan ia tak pernah melihat kakaknya dengan terduga dalang serangan Paris, Abdelhamid Abaaoud yang juga warga Belgia, atau terduga lain yang terlibat serangan Paris atau Brussels.
Najim memang dikenal relijius, begitu juga keluarganya. Namun Mourad mengaku ia akan melakukan apa pun untuk mencegah tiga adiknya yang masih bersekolah menjadi radikal.
Mourad merupakan atlet taekwondo yang mewakili Belgia kompetisi di Eropa dan internasional.
“Ini gila, sungguh—orang tua yang sama, asuhan yang sama, dan satu menjadi sangat baik dan yang lain sangat buruk,” kata pengacaranya, Philippe Culot. “Mourad dan seluruh keluarganya hancur karena Najim bisa melakukan aksi yang sangat barbar.”
“Kau tak bisa memilih keluargamu,” ujar Mourad.
Otoritas belum memastikan bahwa Najim tewas dan keluarganya juga belum mendapat konfirmasi mengenai hal itu, kata Mourad.
Murid teladan
Najim tadinya merupakan murid teladan di SMA di sebuah sekolah Katolik Brussels. Padahal tidak umum warga Muslim Belgia bersekolah di sekolah Katolik yang kerap dinilai lebih konservatif dari sekolah negeri.
“Najim Laachraoui dulu merupakan murid yang sangat baik,” kaya Veronica Pellegrini, direktur Institus de la Sainte Familie d’Helmet, sekolah Katolik yang memiliki pelajar multi etnis di lingkungan Schaerbeek, Brussels.
“Ia tak pernah gagal dalam mata pelajaran,” ujar Pellegrini soal Najim yang sekolah di institusinya selama enam tahun, lulus pada 2009. “Kami tak pernah mendengar darinya sejak itu.”
Bepergian dengan nama palsu Soufiane Kayal, Najim diketahui berada di mobil yang dikemudikan Salah Abdeslam dari Hungaria ke Austria pada September tahun lalu. Abdeslam adalah satu-satunya pelaku serangan Paris yang berhasil ditangkap hidup-hidup Jumat pekan lalu.
Diduga, Najim kembali dari Suriah lewat laut, menyelinap di antara para pengungsi.
Serangan di Bandara Zaventem dan stasiun kereta bawah tanah Maelbeek pada Selasa lalu menewaskan 31 orang dan melukai 270 lainnya. DNA Najim Laachraoui ditemukan di bandara dan diduga tewas dalam bom bunuh diri bersama Ibrahim El Bakraoui, yang juga diduga tewas di tempat, dan seorang pria lain yang hingga kini masih buron. (acw)
Laachraoui, 25, merupakan salah satu pengebom bunuh diri di Bandara Zaventem, Brussels, Selasa lalu. Ia merupakan veteran militan di Suriah, dan diduga kuat menjadi pembuat bom dalam serangan Paris November lalu.
“Ia adalah anak baik, dan terutama, dia pintar, itulah yang sangat saya ingat tentang dia,” kata adiknya, Mourad, 20, dalam sebuah konferensi pers pada Kamis (24/3). Terakhir kali ia melihat Najim, menurut Mourad, ia terlihat “normal”.
Keluarganya sama sejali tidak melihat perubahan tingkah laku Najim yang merupakan lulusan elektromekanik itu, hingga ia akhirnya menelepon bahwa ia sudah berada di Suriah. Mereka juga tak tahu apa yang menyebabkan ia teradikalisasi.
Menurut Mourad, keluarganya memperingatkan polisi pada 2013 ketika Najim mengatakan ia berada di Suriah. Polisi mendatangi mereka ketika itu dan kembali menggeledah rumah mereka setelah serangan Paris November lalu.
Mourad mengatakan ia tak pernah melihat kakaknya dengan terduga dalang serangan Paris, Abdelhamid Abaaoud yang juga warga Belgia, atau terduga lain yang terlibat serangan Paris atau Brussels.
Najim memang dikenal relijius, begitu juga keluarganya. Namun Mourad mengaku ia akan melakukan apa pun untuk mencegah tiga adiknya yang masih bersekolah menjadi radikal.
Mourad merupakan atlet taekwondo yang mewakili Belgia kompetisi di Eropa dan internasional.
“Ini gila, sungguh—orang tua yang sama, asuhan yang sama, dan satu menjadi sangat baik dan yang lain sangat buruk,” kata pengacaranya, Philippe Culot. “Mourad dan seluruh keluarganya hancur karena Najim bisa melakukan aksi yang sangat barbar.”
“Kau tak bisa memilih keluargamu,” ujar Mourad.
Otoritas belum memastikan bahwa Najim tewas dan keluarganya juga belum mendapat konfirmasi mengenai hal itu, kata Mourad.
Murid teladan
Najim tadinya merupakan murid teladan di SMA di sebuah sekolah Katolik Brussels. Padahal tidak umum warga Muslim Belgia bersekolah di sekolah Katolik yang kerap dinilai lebih konservatif dari sekolah negeri.
“Najim Laachraoui dulu merupakan murid yang sangat baik,” kaya Veronica Pellegrini, direktur Institus de la Sainte Familie d’Helmet, sekolah Katolik yang memiliki pelajar multi etnis di lingkungan Schaerbeek, Brussels.
“Ia tak pernah gagal dalam mata pelajaran,” ujar Pellegrini soal Najim yang sekolah di institusinya selama enam tahun, lulus pada 2009. “Kami tak pernah mendengar darinya sejak itu.”
Bepergian dengan nama palsu Soufiane Kayal, Najim diketahui berada di mobil yang dikemudikan Salah Abdeslam dari Hungaria ke Austria pada September tahun lalu. Abdeslam adalah satu-satunya pelaku serangan Paris yang berhasil ditangkap hidup-hidup Jumat pekan lalu.
Diduga, Najim kembali dari Suriah lewat laut, menyelinap di antara para pengungsi.
Serangan di Bandara Zaventem dan stasiun kereta bawah tanah Maelbeek pada Selasa lalu menewaskan 31 orang dan melukai 270 lainnya. DNA Najim Laachraoui ditemukan di bandara dan diduga tewas dalam bom bunuh diri bersama Ibrahim El Bakraoui, yang juga diduga tewas di tempat, dan seorang pria lain yang hingga kini masih buron. (acw)