Menyikapi Keteledoran Pemimpin



Pernyataan JK yang diamini Kapolri Badrotin Haiti jika pencetus aksi teror yang dilakukan GIDI terhadap jemaat sholat Iedul Fitri di Tolikara, Papu (17/7), adalah speaker dari masjid yang terlalu keras sehingga mengganggu jalannya seminar GIDI ternyata asbun alis asal bunyi.
Seorang Muslim Papua bernama @NasutionMukri di laman twiternya (17/7) menyatakan jika umat Islam di papua, terutama di daerah-daerah di mana Islam minoritas memang sudah lama tidak lagi menggunakan pengeras suara di masjid dan musholanya.
“Mohon jgn berkomentar aja pak JK,” ujar @NasutionMukri di laman twitternya (17/7). Mukri Nasution menambahkan: “Klo mslh speaker slm ini ummat Islam mematuhi itu, di Yahukimo jg larangan pake speker dihormati kok.”
“Ini bukan mslh speker pak JK, Muslim di Papua cukup tau diri kok klo kami minoritas, larangan speaker, gak bikin plang nama di depan mesjid dipatuhi.”
“Slama ini kami tak brsuara krn kami nyadar kami minoritas, nah ini sudah kterlaluan.
Apa harus terus bungkam?”
“Larangan berjualan hari minggu, kami hormati itu. Apa lagi yg kalian inginkan?”
“Denda jika ada yang buka toko di hari minggu, ummat Islam mana yg gak patuhi, tp ini klen larang shalat?”
Dari SURAT LARANGAN IDUL FITRI yang dikeluarkan GIDI (Gereja Injil Di Indonesia) juga sudah jelas, mereka bukan mempermasalahkan SPEAKER.
Tapi memang total mereka melarang ibadah Sholat Idul Fitri.
Media juga memelintir berita “Pembakaran Masjid” jadi “Masjid Terbakar.(Eramuslim.com)